Apa itu Mosi Tidak Percaya?
Selamat datang di blog ini temen-temen, bagaimana kabarnya hari ini? Semoga sehat selalu. Bicara mengenai Mosi Tidak Percaya, Akhir-akhir ini negara kita sedang kacau akibat banyaknya pen-demo yang meminta kebijakan baru RUU KUHP diurungkan peresmiannya. Karena menurut para remaja khususnya mahasiswa yang berdemo, revisi undang-undang tersebut masih menimbulkan banyak sekali kontroversi. Nah, yang menarik adalah ada seorang Mahasiswa yang menyuarakan Mosi tidak percaya kepada DPR. Pertanyaannya, Apa itu Mosi Tidak Percaya? Bagaimana fungsinya? Apakah Mosi Tidak Percaya mampu merubah kebijakan DPR? berikut Koran Space akan membahasnya.
Menindaklanjuti kekalahan, pihak parlemen menegaskan sikapnya untuk tak lagi percaya kepada menteri yang menjabat. Perdana Menteri saat itu, Lord North, menanggapi dengan sikap yang tak kalah tegas: meminta Raja George III mendapat surat pengunduran dirinya
Pada masa demokrasi liberal Indonesia, misalnya, mosi tanda tak percaya pernah menjatuhkan Perdana Menteri Natsir. Kala itu, pemberontakan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia dan mengancam ketentraman dalam negeri, termasuk dengan adanya Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, sampai RMS. Puncaknya, 22 Januari 1951, parlemen menyuarakan mosi tak percaya sampai mencapai kemenangan. Apa akibatnya?
Per tanggal 21 Maret 1951, Perdana Menteri Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden. Dua tahun kemudian, mosi yang sama juga mengakibatkan jatuhnya kabinet Wilopo, yakni pada tanggal 2 Juni 1953.
Mosi tanda tak percaya, dengan demikian, adalah prosedur parlemen dalam sistem pemerintahan parlementer. Lalu, bagaimana kondisi ini berlaku dalam sistem pemerintahan presidensial, layaknya di Indonesia?
Dilansir dari Hukum Online, hak-hak DPR diatur dalam pasal 77 ayat (1), UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Perwakilan Rakyat Daerah, yakni hak:
Secara sederhana, hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan pemerintah tentang kebijakan yang penting, sementara hak angket adalah hak DPR untuk mengadakan penyelidikan terhadap pelaksanaan sebuah kebijakan. Sementara itu, hak menyatakan pendapat adalah hak DPR berpendapat atas kebijakan pemerintah, tindak lanjut hak interpelasi dan hak angket, atau pada dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan Wakil Presiden.
Dari keseluruhan hak di atas, tak ada yang dengan cara tegas menyebutkan perihal mosi ketakpercayaan. Namun, hak DPR untuk “menyatakan pendapat” tadi kerap kali dihubungkan dengan kemungkinan pengajuan mosi, meski dianggap sebatas istilah politik saja.
Tapi sesungguhnya, ada yang jauh lebih lucu di sini. Kalau di negara lain mosi ini dilahirkan dari parlemen kepada pemerintah, di Indonesia justru berasal dari mahasiswa dan masyarakat ke DPR-nya sendiri.
Selamat datang di blog ini temen-temen, bagaimana kabarnya hari ini? Semoga sehat selalu. Bicara mengenai Mosi Tidak Percaya, Akhir-akhir ini negara kita sedang kacau akibat banyaknya pen-demo yang meminta kebijakan baru RUU KUHP diurungkan peresmiannya. Karena menurut para remaja khususnya mahasiswa yang berdemo, revisi undang-undang tersebut masih menimbulkan banyak sekali kontroversi. Nah, yang menarik adalah ada seorang Mahasiswa yang menyuarakan Mosi tidak percaya kepada DPR. Pertanyaannya, Apa itu Mosi Tidak Percaya? Bagaimana fungsinya? Apakah Mosi Tidak Percaya mampu merubah kebijakan DPR? berikut Koran Space akan membahasnya.
Sejarah Mosi Tidak Percaya
Umumnya, mosi ketakpercayaan ini erat hubungannya dengan sistem pemerintahan parlementer. Tradisi ini diawali sejak bulan Maret tahun 1782, tepatnya sesudah kekalahan pasukan Britania dalam Pertempuran Yorktown.Menindaklanjuti kekalahan, pihak parlemen menegaskan sikapnya untuk tak lagi percaya kepada menteri yang menjabat. Perdana Menteri saat itu, Lord North, menanggapi dengan sikap yang tak kalah tegas: meminta Raja George III mendapat surat pengunduran dirinya
Pada masa demokrasi liberal Indonesia, misalnya, mosi tanda tak percaya pernah menjatuhkan Perdana Menteri Natsir. Kala itu, pemberontakan terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia dan mengancam ketentraman dalam negeri, termasuk dengan adanya Gerakan DI/TII, Gerakan Andi Azis, Gerakan APRA, sampai RMS. Puncaknya, 22 Januari 1951, parlemen menyuarakan mosi tak percaya sampai mencapai kemenangan. Apa akibatnya?
Per tanggal 21 Maret 1951, Perdana Menteri Natsir mengembalikan mandatnya kepada Presiden. Dua tahun kemudian, mosi yang sama juga mengakibatkan jatuhnya kabinet Wilopo, yakni pada tanggal 2 Juni 1953.
Apa Itu Mosi Tidak Percaya?
Dalam KBBI, kata “mosi” diartikan layaknya “keputusan rapat, misalnya parlemen, yang menyatakan pendapat atau hasrat seluruh anggota rapat”, sementara istilah lengkapnya dijelaskan layaknya “pernyataan tak percaya dari Dewan Perwakilan Rakyat terhadap kebijakan pemerintah”. Dari Wikipedia, definisinya adalah “suatu prosedur parlemen yang dipakai kepada parlemen oleh parlemen oposisi dengan harapan mengalahkan atau mempermalukan sebuah pemerintahan.”Apa Fungsi Mosi Tidak Percaya?
Secara umum, saat parlemen memutuskan untuk mengeluarkan mosi tanda tak percaya, sebuah pemerintahan wajiblah segera mengundurkan diri atau membubarkan parlemen untuk kemudian mengadakan pemilihan umum. Hal ini layaknya yang berlaku pula di Jerman, di mana kanselirnya bisa diberhentikan melalui suara mayoritas parlemen melalui mosi tanda tak percaya.Mosi tanda tak percaya, dengan demikian, adalah prosedur parlemen dalam sistem pemerintahan parlementer. Lalu, bagaimana kondisi ini berlaku dalam sistem pemerintahan presidensial, layaknya di Indonesia?
Dilansir dari Hukum Online, hak-hak DPR diatur dalam pasal 77 ayat (1), UU Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Perwakilan Rakyat Daerah, yakni hak:
- Interpelasi
- Angket
- Menyatakan pendapat
Secara sederhana, hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan pemerintah tentang kebijakan yang penting, sementara hak angket adalah hak DPR untuk mengadakan penyelidikan terhadap pelaksanaan sebuah kebijakan. Sementara itu, hak menyatakan pendapat adalah hak DPR berpendapat atas kebijakan pemerintah, tindak lanjut hak interpelasi dan hak angket, atau pada dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden dan Wakil Presiden.
Dari keseluruhan hak di atas, tak ada yang dengan cara tegas menyebutkan perihal mosi ketakpercayaan. Namun, hak DPR untuk “menyatakan pendapat” tadi kerap kali dihubungkan dengan kemungkinan pengajuan mosi, meski dianggap sebatas istilah politik saja.
Tapi sesungguhnya, ada yang jauh lebih lucu di sini. Kalau di negara lain mosi ini dilahirkan dari parlemen kepada pemerintah, di Indonesia justru berasal dari mahasiswa dan masyarakat ke DPR-nya sendiri.
Comments
Post a Comment