Sekarang ini nama kopi Gayo sangat dikenal oleh masyarakat luas, baik dalam negeri maupun luar negeri. Keterkenalan nama tersebut tidak serta merta terlepas dari perjuangan produsen, penikmat, pedagang dan petani kopi yang berasal dari daerah Gayo tersebut. Maka tak heran jika beberapa dekade terakhir kopi Gayo yang dulunya dikenal dengan nama Kopi Aceh sekarang menjelma menjadi Kopi Gayo. Penamaan ini sendiri tidak terlepas dari semangat juang etnis Gayo sendiri yang selama ini tertidur digerus oleh zaman dan perkembangan ibukota provinsi yang juga tidak didukung oleh bakat berdagang masyarakat Gayo itu sendiri. Pada tahun 90 an, petani kopi di Gayo khususnya hanya menjual hasil panen berkala kisaran dua minggu sekali kepada para toke kopi lokal yang oleh toke lokal tersebut nantinya hasil panen yang masih berupa gelondongan akan di olah menjadi gabah dan selanjutnya gabah akan di jual lagi kepada toke yang lebih besar. Toke yang lebih besar disini pada saat itu masih bermain dalam lingkup antar provinsi dimana biasanya kopi tersebut dikirimkan kepada para tengkulak yang ada di ibukota provinsi, baik ke Banda Aceh maupun ke Sumatera Utara melalui para tengkulak Cina yang ada di Medan. Oleh sebab itu, maka harga beli kopi dari petani yang hanya menjual gelondongan bisa dikatakan sangat jauh dari harga mahal.
Dalam perkembangan selanjutnya, di tahun 2000 an, barulah beberapa orang yang berasal dari Gayo paham betul dengan tindak tanduk para tengkulak Kopi. Oleh sebab itu, maka mereka berusaha membangun brand sendiri dengan menamainya kopi Gayo yang berarti Kopi dari Masyarakat Gayo. Di Dataran Tinggi Gayo sendiri, mulai dari Kabupaten Bener Meriah, Aceh Tengah dan Blang Kejeren, tanaman kopi bisa dijumpai dengan mudah. Hampir setiap lembah dan gunung akan ditanami kopi. Tak jarang juga dijumpai pegawai negeri yang memiliki kebun kopi sendiri dimana dijadikan sebagai sumber tambahan penghasilan pegawai negeri tersebut. Maka dari itu, bisa dikatakan bahwa perkebunan kopi yang ada dan dikembangkan oleh masyarakat Gayo adalah kebun kopi yang terluas di Indonesia.
Namun, bagaimana sejarah dibalik keberadaan kopi Gayo sendiri? Dari beberapa pengalaman dan cerita yang pernah saya dengar bahwasanya kopi Gayo sendiri memang sudah ada dan tumbuh di daerah Dataran Tinggi Gayo. Barangkali sebagai seorang sejarawan, saya merasa hal ini justru tabu dikarenakan dalam perjalanan sejarah Indonesia, bangsa Eropa lah yang pertama kali membawa bibit kopi dan mengembangkannya di Indonesia. Hal ini terjadi ketika kolonialisme Belanda tumbuh subur dengan praktek monopoli dan cultuur stelsel nya di Indonesia.
Adanya cerita dan peristiwa, pasti harus juga ditemani oleh fakta dan bukti yang kuat. Ternyata dibalik cerita bahwa kopi memang sudah ada dan merupakan warisan leluhur Gayo memang dapat dibuktikan dengan sebuah tulisan budayawan dari Belanda bernama C. Snouck Hurgronje dalam bukunya berjudul "Het Gajoland Een Zijne Bewooners" atau kurang lebih Tanah Gayo dan Penduduknya. Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa wilayah Aceh sendiri sebenarnya merupakan wilayah yang tidak dapat dikuasai sepenuhnya oleh Belanda dikarenakan kegigihan para pahlawan Aceh yang memang menentang kaum kafir yang suka menindas demi kepentingan perut dan negara asalnya sendiri. Dalam catatan perjalanan budayawan Belanda di Aceh dan khususnya di Gayo tersebut diceritakan bahwa sejak pertama kali ia dapat menginjakkan kaki di Gayo, ia sudah melihat batang kopi yang berserakan disekeliling jalan menuju Gayo dan ia melihat bahwa masyarakat Gayo sendiri pada saat itu tidak ada yang sadar dan tahu tentang pengolahan kopi tersebut hingga menjadi minuman yang ternyata oleh bangsa Arab disebut-sebut bisa memanjangkan umur. Hurgronje melihat masyarakat Gayo mengolah daun kopi untuk dijadikan minuman seperti teh dengan cera daun kopi dipetik dahulu dan diasapkan hingga berwarna kecoklatan kemudian diseduh hingga dapat merubah warna air menjadi kecoklatan. Masyarakat Gayo yang hidup pada masa itu menganggap bahwa tanaman kopi adalah tanaman liar yang seenaknya dapat tumbuh subur di tanah Gayo.
Dari fakta yang pernah dituliskan oleh budayawan Belanda tersebut, maka dapat dipastikan bahwa tanaman kopi benar-benar sudah ada di Gayo dan bukan merupakan peninggalan dari Belanda. Dalam sejarah internasional, tumbuhan kopi diceritakan pertama kali dikonsumsi oleh orang-orang yang berada di Semenanjung arab dan afrika. Masyarakat pada saat itu sudah gemar meminum kopi. Lalu para pedagang yang berasal dari tanah Arab melakukan perjalanan dagang dan dikisahkan juga membawa biji kopi. Begitulah sepenggal kisah perjalanan kopi hingga terdapat di beberapa daerah di luar Arab dan Afrika.
Namun, kendala yang dihadapi disini ialah apakah kopi yang ada di Gayo sendiri dulunya memang berasal dari para pedagang arab yang singgah ke bandar dagang seperti Malaka? dan bagaimana kita menghubungkan perdagangan laut kuno dengan masyarakat Gayo sendiri yang notabene berkehidupan di pedalaman Aceh? Jawaban yang bisa dijadikan kemingkinan disini ialah masyarakat Gayo selain tinggal dipedalaman juga ada yang tinggal di pesisir, atau adanya kerjasama dengan masyarakat kerajaan-kerajaan besar yang pernah berdiri di Aceh seperti Samudera Pasai yang dulunya juga pernah menjadi pengendali tunggal bandar dagang dan pelabuhan dagang yang berada di Selat Malaka yang kemudian mendapatkan biji kopi dan mengembangkannya di daerah Gayo melalui tangan masyarakat Gayo sendiri yang notabene sebagai orang pedalaman pastinya membutuhkan garam yang diproduksi di daerah pesisir.
Ada pula kemungkinan jika benih kopi pertama kali ada di Gayo dibawakan oleh burung-burung yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam ilmu biologi memang dijelaskan ada beberapa jenis burung pemakan tumbuhan yang dapat membantu proses perkembangbiakan dan penyebaran benih tumbuhan. Namun jika kemungkinan ini ingin dibuktikan, satu-satunya cara ialah harus ditemukan satu atau beberapa fosil tanaman kopi yang nantinya bisa diukur seberapa tua kah fosil tanaman kopi yang ada di Gayo. Tentu hal ini jika dari pemahaman saya sangat susah untuk ditemukan dikarenakan tanaman kopi berbeda dengan tanaman lain yang berbatang keras. Akan tetapi selama kita berusaha, kemungkinan itu bisa saja terjadi.
Sebagai penutup, tulisan ini mungkin hanya sekedar opini saya semata untuk mengangkat pamor kopi Gayo. Akan tetapi tulisan ini saya rangkai sedemikian rupa dengan tujuan agar kita semua bisa saling berdiskusi terkait hal ini agar kita semua mendapat gambaran yang lebih jelas tentang kopi Gayo yang apakah ianya merupakan warisan kolonial ataukah memang sudah ada sejak zaman nenek moyang Gayo yang merupakan salah satu dari generasi Proto Melayu yang bermigrasi ke Nusantara. Oleh sebab itu, untuk kesempurnaan tulisan ini saya ingin teman-teman pengunjung untuk meninggalkan komentar lebih lanjut terkait hal ini dan jika ada kata dan penyampaian penulis yang kurang berkenan mohon dikoreksi. Terimakasih
Comments
Post a Comment