Skip to main content

Sejarah Perang Bali dan Banjar Lengkap

A.    Perang di Bali
Bali adalah sebuah pulau kecil yang sangat terkenal di Indonesia. Bali dikenal sebagai Pulau Dewata dan menjadi tujuan wisata nomor satu di Indonesia. Tetapi kalau kita lihat dalam perjalanan sejarah nasional Indonesia sampai abad ke-19 Bali belum banyak menarik perhatian orang-orang Barat untuk menanamkan pengaruhnya. Kapal-kapal orang-orang Barat mungkin hanya singgah dan sekedar berdagang. Baru pada sekitar tahun 1830-an pemerintahan Hindia Belanda aktif menanamkan pengaruhnya di Bali. Perkembangan dominasi Belanda inilah yang kemudian menyulut api perlawanan rakyat Bali kepada Belanda yang terkenal dengan sebutan “Perang Puputan” menanamkan pengaruhnya. Kapal-kapal orang-orang Barat mungkin hanya singgah dan sekedar berdagang. Baru pada sekitar tahun 1830- an pemerintahan Hindia Belanda aktif menanamkan pengaruhnya di Bali. Perkembangan dominasi Belanda inilah yang kemudian menyulut api perlawanan rakyat Bali kepada Belanda yang terkenal dengan sebutan “Perang Puputan”

Mengapa Terjadi Perang Puputan di Bali?
Pada abad ke-19 di Bali sudah berkembang kerajaan-kerajaan yang berdaulat. Misalnya Kerajaan Buleleng, Karangasem, Klungkung, Gianyar, Badung, Jembrana, Tabanan, Menguri, dan Bangli. Pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, pemerintah kolonial mulai menjalin kontak dengan kerajaan-kerajaan di Bali. Kontrak tersebut tidak sekadar urusan dagang, tetapi juga menyangkut sewa menyewa orang-orang Bali untuk dijadikan tentara pemerintah Hindia BeIanda. Namun, dalam perkembangannya pemerintah Hindia Belanda ingin menanamkan pengaruh dan berkuasa di Bali. Oleh karena itu, Belanda mengirim dua utusan dengan misi masingmasing. Pertama, G.A. Granpre Moliere untuk misi ekonomi. Kedua, Huskus Koopman mengemban misi politik. Misi ekonomi berjalan lancar, tetapi misi politik menghadapi berbagai kendala. Huskus Koopman terus berusaha mendekati raja-raja di Bali agar bersedia mengakui keberadaan dan kekuasaan Belanda. Akhirnya dicapai perjanjian atau kontrak politik antara raja-raja di Bali dengan Belanda, diantaranya, dengan Raja Badung (28 November 1842), Raja Karangasem ( 1 Mei 1843), Raja Buleleng ( 8 Mei 1843), Raja Klungkung (24 Mei 1843) dan Raja Tabanan (22 Juni 1843).
Perjanjian kontrak antara raja-raja di Bali dengan Belanda itu terutama seputar Hukum Tawan Karang agar dihapuskan. Karena kelihaian atau bujukan Belanda, raja-raja di Bali dapat menerima perjanjian untuk meratifikasi penghapusan Hukum Tawan Karang. Tetapi sampai tahun 1844 Raja Buleleng dan Karangasem belum melaksanakan perjajian tersebut. Terbukti pada tahun 1844 itu penduduk melakukan perampasan atas isi dua kapal Belanda yang terdampar di Pantai Sangsit (Buleleng) dan Jembrana (waktu itu juga daerahnya Buleleng). Belanda protes keras terhadap kejadian ini. Belanda memaksa Raja Buleleng, Gusti Ngurah Made Karangasem agar melaksanakan isi perjanjian yang telah disepakati. Belanda juga menuntut agar Buleleng membayar ganti rugi atas kapal Belanda yang dirampas penduduk. Raja Gusti Ngurah Made Karangasem yang mendapat dukungan patihnya, I Gusti Ketut Jelantik, dengan tegas menolak tuntutan Belanda tersebut. Bahkan, I Gusti Ketut Jelantik sudah melakukan latihan dan menghimpun kekuatan untuk melawan kesewenang-wenangan Belanda. Dengan demikian perang tidak dapat dihindarkan. Patih Ketut Jelantik terus mempersiapkan prajurit Buleleng dan memperkuat pos-pos pertahanan.
Dalam pertempuran ini Raja Buleleng mendapat dukungan dari Kerajaan Karangasem dan Klungkung. Sementara, pada tanggal 27 Juni 1846 telah datang pasukan Belanda berkekuatan 1.700 orang pasukan darat yang langsung menyerbu kampung-kampung di tepi pantai. Di samping itu, masih ada pasukan laut yang datang dengan kapal-kapal sewaan. Pertempuran sengit terjadi antara para pejuang dari Buleleng yang dibantu oleh para pejuang Karangasem dan Klungkung melawan Belanda.
Selama dua hari para pemimpin, prajurit, dan rakyat Buleleng bertempur mati-matian. Mengingat persenjataan Belanda lebih lengkap dan modern, maka para pejuang Buleleng semakin terdesak. Benteng pertahanan Buleleng jebol dan ibu kota Singaraja dikuasai Belanda. Raja dan Patih Ketut Jelantik beserta pasukannya terpaksa mundur sampai ke Desa Jagaraga (sekitar 7 km sebelah timur Singaraja). Pasukan Belanda terus mendesak para pejuang dan memaksa Raja Buleleng untuk menandatangani perjanjian. Perjanjian ditandatangani pada tanggal 6 Juli 1846 yang isinya antara lain: (1) dalam waktu tiga bulan Raja Buleleng harus menghancurkan semua benteng Buleleng yang pernah digunakan dan tidak boleh membangun benteng baru; (2) Raja Buleleng harus membayar ganti rugi dari biaya perang yang telah dikeluarkan Belanda, sejumlah 75.000 gulden, dan raja harus menyerahkan I Gusti Ketut Jelantik kepada pemerintah Belanda; (3) Belanda diizinkan menempatkan pasukannya di Buleleng.
Tekanan dan paksaan Belanda itu ditandingi dengan tipu daya. Raja dan para pejuang berpura-pura menerima isi perjanjian itu. Namun, di balik itu Raja dan Patih Ktut Jelantik memperkuat pasukannya. Di Jagaraga dibangun benteng pertahanan yang kuat bagaikan Gelar Supit Urang. Rakyat juga sengaja tetap Hukum Tawan Karang. Pada tahun 1847 kapal-kapal asing yang terdampar di Pantai Kusumba Klungkung tetap dirampas oleh kerajaan.
Hal ini menimbulkan amarah dari Belanda. Belanda kemudian mengeluarkan ultimatum agar raja-raja di Buleleng, Klungkung, dan Karangasem mematuhi dan melaksanakan isi perjanjian yang telah ditandatangani. Raja-raja di Bali tidak menghiraukan ultimatum Belanda itu. Rakyat justru dipersiapkan untuk melawan kekejaman Belanda. Raja Buleleng kemudian mengirim kurir untuk meminta bantuan pasukan dari kerajaan-kerajaan lain di Bali sehingga datang pasukan tambahan dari Klungkung, Karangasem, dan Mengwi. Belanda mengetahui bahwa Raja Buleleng membangkang dan Patih Ketut Jelantik terus memperkuat pasukannya.
Belanda terus meningkatkan kekuatannya untuk menghadapi hal tersebut. Pada tanggal 7 dan 8 Juni 1848, bala bantuan Belanda mendarat di Pantai Sangsit. Tanggal 8 Juni serangan Belanda terhadap Benteng Jagaraga dimulai. Sebagai pemimpin tentara Belanda antara lain: J. van Swieten, Letkol Sutherland. Benteng Jagaraga terus dihujani meriam. Namun pasukan Buleleng di bawah pimpinan Ketut Jelantik yang dibantu isterinya, Jero Jempiring mampu mengembangkan pertahanan dengan gelar-supit urang sehingga dapat menjebak pasukan Belanda. Lima orang opsir dan 74 orang serdadu dapat ditewaskan ditambah lagi tujuh opsir dan 98 serdadu Belanda luka-luka. Pasukan Belanda terpaksa ditarik mundur. Kekalahan Belanda itu cukup menyakitkan perasaan pimpinan Belanda di Batavia. Oleh karena itu, dipersiapkan pasukan yang lebih kuat untuk melakukan pembalasan. Awal April 1849 telah datang kesatuan serdadu Belanda dalam jumlah besar menuju ke Jagaraga.
Pada tanggal 15 April 1849 semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang Jagaraga. Dalam tempo dua hari, yakni tanggal 16 April sore hari semua kekuatan di Jagaraga dapat dilumpuhkan oleh Belanda. Keruntuhan Benteng Jagaraga menjadi pertanda lenyapnya kedaulatan rakyat Buleleng. Raja Buleleng diikuti I Gusti Ketut Jelantik dan Jero Jempiring menyingkir ke Karangasem. Tetapi mereka tertangkap dan terbunuh dalam upaya untuk mempertahankan diri. Dengan terbunuhnya Raja Buleleng dan Patih Ketut Jelantik maka jatuhlah Kerajaan Buleleng ke tangan Belanda. Menyusul kemudian bulan Mei 1849 Karangasem berhasil ditaklukkan, berikutnya Kusumba (Klungkung) jatuh pula ke tangan Belanda. Meskipun demikian, Belanda tidak mudah untuk menguasai Pulau Bali. Pertempuran demi pertempuran masih terus terjadi. Tahun 1906 terjadi Perang Puputan di Badung. Dua tahun kemudian Perang Puputan meletus di Klungkung.

B.    Perang di Banjar
Kamu tentu sudah mengenal Provinsi Kalimantan Selatan. Ibu kotanya ada di Banjarmasin. Berbicara soal Banjarmasin, apa yang kamu ingat, apa yang kamu ketahui tentang Banjarmasin atau Provinsi Kalimantan Selatan pada umumnya. Kamu pernah mendengar tentang batu-batu mulia dan intan dari Kalimantan Selatan? Atau kamu tahu tentang kain sasirangan. Itu semua merupakan produk-produk penting dari Kalimantan Selatan dewasa ini. Bagaimana dengan latar belakang sejarahnya?
Di Kalimantan Selatan pernah berkembang Kerajaan Banjar atau Banjarmasin. Wilayah Kesultanan Banjarmasin ini pada abad ke-19 meliputi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah sekarang. Pusatnya ada di Martapura. Kesultanan ini memiliki posisi yang strategis dalam kegiatan perdagangan dunia. Hal ini terutama karena adanya hasil-hasil seperti emas dan intan, lada, rotan dan damar. Hasil-hasil ini termasuk produk yang diminati oleh orang-orang Barat. Kondisi ini membuat Belanda berambisi untuk menguasai Banjarmasin.
Setelah melalui bujuk rayu disertai tekanan-tekanan, maka pada tahun 1817 terjadi perjanjian antara Sultan Banjar (Sultan Sulaiman) dengan pemerintah Hindia Belanda. Dalam perjanjian ini Sultan Sulaiman harus menyerahkan sebagian wilayah Banjar kepada Belanda, seperti daerah Dayak, Sintang, Bakumpai, Tanah Laut, Mundawai, Kotawaringin, Lawai, Jalai, Pigatan, Pasir Kutai, dan Beran. Dengan demikian wilayah kekuasaan Kesultanan Banjarmasin semakin sempit, sementara daerah kekuasaan Belanda semakin bertambah. Bahkan, menurut perjanjian yang diadakan tanggal 4 Mei 1826 antara Sultan Adam Alwasikh dengan Belanda ditetapkan bahwa kekuasaan Kesultanan Banjar hanya daerah Hulu Sungai, Martapura, dan Banjarmasin. Wilayah yang semakin sempit itu telah membawa problem dalam kehidupan sosial ekonomi. Penghasilan para penguasa kerajaan menjadi semakin kecil. Sementara dengan masuknya pola hidup Barat, kebutuhan hidup para penguasa meningkat. Dengan demikian, beban hidup mereka semakin sulit. Untuk mengatasi kesulitan ini maka mereka menaikkan pajak. Dengan demikian, rakyat menjadi sasaran eksploitasi oleh pemerintah colonial maupun para pejabat kerajaan. Rakyat juga diperintahkan untuk melakukan kerja wajib.
Dalam suasana sosial ekonomi yang memprihatinkan itu, di dalam kerajaan sendiri terjadi konflik intern. Konflik ini terutama dipicu oleh intervensi Belanda. Hal ini bermula saat putera mahkota Abdul Rakhman meninggal secara mendadak pada tahun 1852. Sementara Sultan Adam memiliki tiga putra sebagai kandidat pengganti sultan, yakni: Pangeran Hidayatullah (Pangeran Hidayat), Pangeran Tamjidillah, dan Prabu Anom. Ketiga kandidat itu masing-masing memiliki pendukung. Pangeran Hidayatullah didukung pihak istana dan kebetulan sudah mengantongi surat wasiat dari Sultan Adam untuk menggantikan sebagai sultan, Pangeran Anom dijagokan sebagai mangkubumi, sedang Tamjidillah didukung Belanda.
Pada tahun 1857 Sultan Adam meninggal. Dengan sigap Residen E.F. Graaf von Bentheim Teklenburg mewakili Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai sultan dan Pangeran Hidayatullah diangkat sebagai Mangkubumi. Pada hal menurut wasiat yang sah yang diangkat menjadi sultan adalah Pangeran Hidayatullah. Oleh karena itu, wajar kalau pengangkatan Tamjidillah sebagai Sultan Banjarmasin menimbulkan protes dan rasa kecewa dari berbagai pihak. Tamjidillah memiliki perangai yang kurang baik, senang minum-minuman keras seperti orang Belanda. Tamjidillah juga menghapus hak-hak istimewa pada saudara-saudaranya termasuk menganggap tidak ada surat wasiat dari Sultan Adam kepada Pangeran Hidayatullah. Tindakan Tamjidillah yang sewenang-wenang itu semakin menimbulkan rasa kecewa dari berbagai pihak. Salah satu gerakan protes dan menolak pengangkatan Tamjidillah sebagai sultan dipelopori oleh Penghulu Abdulgani. Pangeran Hidayatullah yang diangkat sebagai mangkubumi ternyata selalu disisihkan dalam berbagai urusan. Akibatnya, ketegangan di istana semakin tajam sehingga membuat kondisi kerajaan menjadi tidak kondusif.
Dalam suasana yang penuh ketegangan itu ditambah terjadi gerakan di pedalaman yang dipelopori oleh Aling. Aling yang juga dikenal sebagai Panembahan Muning mengatakan dalam semedinya ia seperti mendengar kata-kata sebagai berikut.
“Ikam nang baamal dengan kesukaan aku, akan permintaan ikam mandapat nagri dan pagustianikam batatap, kardjaakan, barbunyian, mau raja-raja gaib manolong ikam, sakira-kira jadi salamat nagri dan rajapun tatap. Tetapi Pangeran Antasari ikam aturi ka Muning”
Diterjemahkan sebagai berikut:
“Engkau yang melakukan amalan zikir, salat serta puasa dengan kesukaan atau izin, akan segala permintaan engkau untuk mendapat negeri dan raja-raja yang bertahta, bunyikanlah bunyi-bunyian. Anakmu yang bisa menari gandut suruh menarikan gandut dilaksanakan, maka raja-raja gaib akan menolong kamu, sehingga menjadi selamatlah rajapun akan duduk di atas tahta. Tetapi Pangeran Antasari kamu mohon datang ke Muning” (Tim, Sejarah Banjar, 2003).


Bagaimana Perang Banjar berlangsung?
Pada tanggal 28 April 1859 orang-orang Muning yang dipimpin oleh Panembahan Aling dan puteranya, Sultan Kuning menyerbu kawasan tambang batu bara di Pengaron. Sekalipun gagal menduduki benteng di Pengaron tetapi para pejuang Muning berhasil membakar kawasan tambang batu bara dan pemukiman orang-orang Belanda di sekitar Pengaron. Banyak orang-orang Belanda yang terbunuh oleh gerakan orang-orang Muning ini. Mereka juga melakukan penyerangan ke perkebunan milik gubernemen di Gunung Jabok, Kalangan, dan Bangkal. Dengan demikian berkobarlah Perang Banjar. Dengan peristiwa tersebut, keadaan pemerintahan Kesultanan Banjar semakin kacau. Sultan Tamjidillah yang memang tidak disenangi oleh rakyat itu juga tidak bisa berbuat banyak. Oleh karena itu, Tamjidillah dinilai oleh Belanda tidak mampu memerintah yang diminta untuk turun tahta. Akhirnya pada tanggal 25 Juni 1859 secara resmi Tamjidillah mengundurkan diri dan mengembalikan legalia Banjar kepada Belanda. Tamjidillah kemudian diasingkan ke Bogor. Mulai saat itu Kesultanan Banjar berada di bawah kendali Belanda. Belanda sebenarnya berusaha membujuk Pangeran Hidayatullah untuk bergabung dengan Belanda dan akan dijadikan Sultan Banjar.
Tetapi melihat kelicikan Belanda, Pangeran Hidayatullah menilai bujukan itu merupakan tipu daya Belanda. Oleh karena itu, Pangeran Hidayatullah memilih bersama rakyat untuk melancarkan perlawanan terhadap Belanda. Sementara itu pasukan Antasari sudah bergerak menyerbu pos-pos Belanda di Martapura. Perlawanan Antasari dengan cepat mendapat dukungan dari para ulama dan punggawa kerajaan yang sudah muak dengan kelicikan dan kekejaman Belanda. Bulan Agustus 1859, Antasari bersama pasukan Haji Buyasin, Kiai Langlang, Kiai Demang Lehman berhasil menyerang benteng Belanda di Tabanio. Kemudian pasukan Surapati berhasil menenggelamkan kapal Belanda, Onrust, dan merampas senjata yang ada di kapal tersebut di Lontotuor, Sungai Barito Hulu. Dengan demikian, Perang Banjar semakin meluas.
Memasuki bulan Agustus-September tahun 1859 pertempuran rakyat Banjar terjadi di tiga lokasi, yakni di sekitar Banua Lima, sekitar Martapura dan Tanah Laut, serta sepanjang Sungai Barito. Pertempuran di sekitar Banua Lima dipimpinan oleh Tumenggung Jalil. Pertempuran di sekitar Martapura dan Tanah Laut dipimpin oleh Demang Lehman. Sementara itu, pertempuran di sepanjang Sungai Barito dikomandani oleh Pangeran Antasari. Kiai Demang Lehman yang berusaha mempertahankan benteng Tabanio diserbu tentara Belanda. Pertempuran sengit terjadi dan banyak membawa korban. Sembilan orang serdadu Belanda tewas. Belanda kemudian meningkatkan jumlah pasukannya. Benteng Tabanio berhasil dikepung oleh Belanda. Demang Lehman dan pasukannya dapat meloloskan diri. Demang Lehman kemudian memusatkan kekuatannya di benteng pertahanan di Gunung Lawak, Tanah Laut. Benteng ini juga diserbu tentara Belanda. Setelah bertahan matimatian, akhirnya Demang Lehman meninggalkan benteng itu karena sudah banyak pengikutnya yang menjadi korban. Kekalahan Demang Lehman di benteng Gunung Lawak tidak memupuskan semangat juang melawan Belanda sebab mereka yakin perang ini merupakan perang sabil. Pada bulan September Demang Lehman dan para pemimpin lain seperti Tumenggung Jalil dan Pangeran Muhammad Aminullah meninggalkan medan pertempuran di Tanah Laut menuju Kandangan untuk mengadakan perundingan dengan tokoh-tokoh pejuang yang lain. Pertemuan di Kandangan menghasilkan kesepakatan yang intinya para pemimpin pejuang Perang Banjar menolak tawaran berunding dengan Belanda, dengan merumuskan beberapa siasat perlawanan sebagai berikut:
1.    Pemusatan kekuatan perlawanan di daerah Amuntai.
2.    Membuat dan memperkuat pertahanan di Tanah Laut, Martapura, Rantau dan Kandangan.
3.    Pangeran Antasari memperkuat pertahanan di dusun Atas dan mengusahakan tambahan senjata.
Dalam pertemuan itu semua yang hadir mengangkat sumpah untuk berjuang mengusir penjajah Belanda dari bumi Banjar tanpa kompromi : “Haram Manyarah Waja sampai Kaputing”. Para pejuang tidak akan menyerah sampai titik darah yang penghabisan. Setelah pertemuan itu perlawanan terus berkobar di berbagai tempat. Untuk menghadapi berbagai serangan itu Belanda juga terus memperkuat pasukan dan membangun benteng-benteng pertahanan seperti di Tapin, memperkuat Benteng Munggu Thayor, serta Benteng Amawang di Kandangan. Demang Lehman berusaha menyerang Benteng Amawang tersebut, tetapi gagal. Setelah itu, Demang Lehman dan pasukannya mundur menuju daerah Barabai untuk memperkuat pertahanan pasukan Pangeran Hidayatullah.
Perlu diketahui bahwa Pangeran Hidayatullah meninggalkan Martapura dan berkumpul dengan seluruh anggota keluarga, yang diikuti pasukannya ia berangkat ke Amuntai. Meskipun tidak dengan perangkat kebesaran, oleh para ulama dan semua pengikutnya, Hidayatullah diangkat sebagai sultan. Setelah itu Sultan Hidayatullah menyatakan perang jihad fi sabilillah terhadap orang-orang Belanda. Dalam gerakannya menuju Amuntai pasukannya melakukan serangan ke pos-pos Belanda.
Gerakan perlawanan Pangeran Hidayatullah kemudian dipusatkan di Barabai. Datanglah kemudian pasukan Demang Lehman untuk memperkuat pasukan Hidayatullah. Menghadapi pasukan gabungan itu Belanda di bawah G.M. Verspyck mengerahkan semua kekuatan pasukan yang ada. Pasukan infanteri dari Batalion VII, IX, XIII semua dikerahkan, ditambah 100 orang petugas pembawa perlengkapan perang dan makanan. Juga mengerahkan kapal-kapal perang dari Suriname, Bone, dan kapal-kapal kecil. Terjadilah pertempuran sengit. Dengan seruan “Allahu Akbar” pasukan Hidayatullah dan Demang Lehman menyerbu menghadapi kekuatan tentara Belanda. Mereka dengan penuh keberanian menghadapi musuh karena yakin mati dalam perang ini adalah syahid. Tetapi kekuatan tidak seimbang, pasukan Belanda lebih unggul dari jumlah pasukan maupun senjata, maka Hidayatullah dan Demang Lehman menarik mundur pasukannya. Kemudian membangun pertahanan di Gunung Madang. Semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk segera menangkap Pangeran Hidayatullah.
Pertahanan di Gunung Madang pun jebol. Pangeran Hidayatullah dengan sisa pasukannya kemudian berjuang berpindah-pindah, bergerilya dari tempat yang satu ke tempat yang lain, dari hutan yang satu ke hutan yang lain. Namun Belanda terus memburu dan mempersempit ruang gerak pasukan Hidayatullah. Akhirnya pada tanggal 28 Februari 1862 Hidayatullah berhasil ditangkap bersama anggota keluarga yang ikut bergerilya. Hidayatullah bersama anggota keluarganya kemudian diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Berakhirlah perlawanan Pangeran Hidayatullah.
Sementara itu Pangeran Antasari terus melanjutkan perlawanan. Oleh para pengikutnya Antasari kemudian diangkat sebagai pejuang dan pemimpin tertinggi agama Islam dengan gelar Panembahan Amiruddin Kalifatullah Mukminin.

Comments

Popular posts from this blog

Fakta Menarik Misi Apollo 11, Pendaratan Manusia Pertama di Bulan

That's one small step for man, one giant leap for mankind. Itu adalah kutipan populer yang diucapkan astronot Neil Armstrong saat menginjakkan kakinya di Bulan. Apollo 11 adalah misi pemerintah AS untuk landingkan manusia di Bulan dengan pesawat ruang angkasa bernama Eagle yang diluncurkan dari roket Saturn V. Pendaratan di Bulan dianggap sebagai salah 1 pencapaian sukses umat manusia dan masih relevan sampai kini. Meski misi itu benar-benar populer dalam muka bumi sains mau pun budaya pop, tetapi ada beberapa fakta mengenai misi itu yang jarang diketahui. Benarkah? Berikut ulasannya. 1. Ada 3 astronot yang dikirim, tapi hanya 2 yang menginjak Bulan Banyak orang mengira bahwa misi Apollo 11 hanya mengirim 2 astronot, Neil Armstrong dan Buzz Aldrin, dengan Armstrong jadi paling tenar di antara keduanya. Benar bahwa modul yang landing di Bulan hanya mendatangkan 2 astronot, tapi sesungguhnya ada 3 astronot yang berangkat dari Kennedy Space Center, Florida pada 16 Juli 1969. Saat pesa...

Cara Membuat Blog Safelink Untuk Blog Download

Hallo sobat blogger . Pada kesempatan kali ini saya akan memberikan sedikit turtorial seputar cara membuat blog safelink . Blog safelink adalah sebuah blog yang dibuat untuk melindungi blog download agar tidak dihapus karena terdapat hak cipta didalamnya . Blog safelink juga biasa digunakan untuk meningkatkan penghasilan sang blogger tersebut , seperti yang sudah kita ketahui bahwa memasang iklan adsense kedalam blog download adalah sebuah pelanggaran yang sangat dilarang oleh adsense . Maka dari itu banyak seorang blogger yang memiliki blog download menggunakan metode ini agar bisa tetap menghasilkan uang dari blog download yang telah mereka tekuni . "Apakah cara ini diperbolehkan?" . Tentu saja diperbolehkan sobat, tidak tertera peraturan dilarang untuk menempatkan iklan kedalam blog yang seperti ini , Namun dengan catatan berilah artikel minimal satu diblog safelink tersebut , dan tempatkan waktu tunggu untuk ke link download yang asli tepat ditengah-tengah artikel dalam b...

Kehidupan Nelayan, Pendidikan, dan Kurangnya Inovasi Bidang Perikanan di Pulau Simeulue

Pulau Simeulue sebenarnya kaya akan hasil laut, namun kekayaan ini tidak sebanding dengan tingkat kesejahteraan ekonomi nelayan setempat. Hal ini dikarenakan masih minimnya pemasaran hasil tangkapan nelayan untuk dapat di ekspor ke daerah lain. Lokasi pulau yang cukup jauh dari Daratan adalah salah satu alasan mengapa hal ini bisa terjadi. Minimnya ketersediaan transportasi laut juga memiliki efek yang cukup besar akan hal ini, cara menangkap ikan yang tergolong memakai cara-cara tradisional juga menjadi pemicu kurangnya keinginan untuk menjual hasil tangkapan sehari-hari ke daerah lainnya.  Memang pada dasarnya, cara menangkap ikan dengan sistem tradisional bisa menjaga kelestarian, pertumbuhan, serta perkembangan seluruh biota laut, termasuk terumbu karang yang menjadi rumah bagi ikan-ikan di lautan. Tapi, pada kenyataannya jika hal ini masih dipakai oleh para nelayan, kemungkinan besar para nelayan akan berada pada sebuah titik dimana akan mengalami kekurangan uang demi menghidu...